Example floating
Example floating
Kesehatan

Krisis Obat dan Anggaran RSUD Simeulue, Butuh Perhatian Serius dari Pemerintah Daerah

97
×

Krisis Obat dan Anggaran RSUD Simeulue, Butuh Perhatian Serius dari Pemerintah Daerah

Sebarkan artikel ini

Simeulue – Lensabidik.Com

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Simeulue tengah menghadapi tantangan besar dalam memberikan pelayanan kesehatan optimal kepada masyarakat.

Karena satu-satunya rumah sakit tipe C di wilayah ini, RSUD Simeulue mengalami berbagai kendala mendasar yang diperparah dengan kekosongan stok obat-obatan esensial yang sangat dibutuhkan pasien.

Kondisi ini diperburuk dengan terbatasnya anggaran operasional, yang saat ini jauh dari mencukupi untuk memenuhi kebutuhan rumah sakit. Situasi ini mengancam kelangsungan layanan kesehatan bagi masyarakat Simeulue. Minggu, (23/2/2025).

Pihak RSUD Simeulue telah berulang kali menyampaikan permasalahan ini kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Simeulue dengan harapan mendapatkan perhatian lebih serius. Namun, hingga kini belum ada solusi konkret yang mampu mengatasi permasalahan yang semakin berkembang. Anggaran yang bersumber dari Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) masih mengalami keterbatasan signifikan,

Berdasarkan laporan keuangan RSUD Simeulue kebutuhan biaya untuk pengadaan obat-obatan mencapai lebih dari Rp1,5 miliar per bulan. Sayangnya, anggaran yang tersedia masih jauh dari jumlah tersebut, sehingga menyebabkan keterlambatan pembayaran kepada distributor farmasi dan mengakibatkan penghentian suplai obat sejak November 2024 dalam keadaan sulit ini,

Baca Juga :  Pemkab Nias Gelar Festival Olahraga Rekreasi Sepeda Santai

“kami berupaya memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat Simeulue. Namun, dengan anggaran yang sangat terbatas, kami terpaksa berhutang kepada distributor farmasi yang menyuplai obat-obatan,

menunggu pencairan anggaran klaim dari BPJS setiap bulannya. Meskipun kami harus terus berutang, kami berusaha menjaga ketersediaan obat di rumah sakit selama ini.

Selama tiga bulan saya cuti dan jabatan Direktur dipegang oleh Plt. Direktur sementara, ternyata hutang obat yang ada sebelumnya tidak dilunasi. Ia hanya membayar harga obat selama masa jabatannya, sementara anggaran yang seharusnya digunakan untuk melunasi tunggakan obat malah dialokasikan ke tempat lain.

Salah satunya adalah pembelian lemari pembeku mayat, yang menurut kami belum menjadi prioritas kebutuhan rumah sakit ini.

Saya tidak bermaksud menyalahkan siapapun, namun ini yang terjadi selama saya cuti. Sangat disayangkan, dana BLUD justru digunakan untuk pengadaan barang yang tidak sesuai standar dan prioritas kebutuhan rumah sakit. Seharusnya, kita lebih menghemat anggaran dan memprioritaskan penting pasien.

Baca Juga :  DLH Medan akan Tindak RS Delima yang Buang Limbah ke Pengepul

“Akibatnya, hutang semakin menumpuk dan distributor pun menghentikan suplai obat hingga tunggakan dilunasi. Menurut laporan dari gudang farmasi RSUD Simeulue yang saya terima, kekosongan obat mulai terjadi sejak bulan November lalu.

Akibatnya, saat ini rumah sakit mengalami krisis obat dan masyarakat pun turut menerima dampaknya. Pada akhirnya, saya sebagai Direktur definitif dipersalahkan seakan-akan tidak mampu melaksanakan tugas dengan baik,” ungkap Direktur RSUD Simeulue, dr. Effie Masyithah Siregar, Sp.OG, didampingi staf rumah sakit lainnya saat diwawancarai Warta Sidik pada Jumat (21/2/2025).

Lebih lanjut, dr. Effie menjelaskan bahwa biaya perawatan alat kesehatan, fasilitas rumah sakit, serta operasional harian sangat bergantung pada anggaran BLUD yang terbatas. Selain itu,

BPJS Kesehatan tidak menjamin semua biaya pengobatan pasien, bahkan banyak klaim yang ditolak sehingga pihak rumah sakit terpaksa menutupinya dengan dana BLUD. Beban operasional lainnya mencakup biaya pemeliharaan peralatan medis, fasilitas rumah sakit, serta kebutuhan logistik lainnya, yang semuanya membutuhkan dana besar.

Baca Juga :  Polres Pakpak Bharat Melaksanakan Bhakti Kesehatan Di SD Negeri 030413 Salak

“Menyangkut pembatasan penanganan pasien di UGD, itu merupakan aturan dari Permenkes RI, bukan kebijakan yang kami buat sendiri. Namun, bagi masyarakat awam, kami kerap dipandang mempersulit keadaan.

“Padahal, kami hanya mengikuti mekanisme yang ada. UGD berfungsi untuk menangani pasien dengan kondisi benar-benar darurat dan membutuhkan perawatan inap. Di luar kriteria tersebut, BPJS tidak menjamin biaya pengobatan. Kami berharap masyarakat Simeulue dapat memahami kondisi ini,” jelas dr. Effie.

Dalam situasi yang semakin kritis ini, Pemerintah Kabupaten Simeulue dan DPRK Simeulue harus segera mengambil langkah strategis untuk memastikan RSUD Simeulue dapat terus beroperasi dan memberikan layanan kesehatan yang layak bagi masyarakat.

Dibutuhkan kebijakan yang tepat agar rumah sakit ini tidak semakin terpuruk. Sebagai pusat layanan kesehatan utama di wilayah ini, RSUD Simeulue memegang peran vital dalam menjaga kesehatan masyarakat

Sudah sepatutnya mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah daerah. Tanpa intervensi segera, layanan kesehatan masyarakat di Simeulue terancam terganggu secara serius ke depannya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *